Selasa, 19 Juli 2011

Main Plorotan di Pleret 
Di Semarang terdapat dua kanal besar yang membelah dua wilayah Kota Semarang. Yakni, Kali Banjir Kanal Barat karena posisinya berada di sebelah barat dan Kali Banjir Kanal Timur berada di sebelah timur Kota Semarang.
Dua kanal ini berfungsi sebagai pengendali air yang berasal dari daerah atas. Semarang sendiri memang topografi daerahnya terdiri dari Semarang Bawah dan Semarang Atas. Kolonial Belanda adalah yang membuat kanal-kanal tersebut, fungsinya, aliran sungai yang menuju ke Laut Jawa dapat dikendalikan melalui dua kanal tersebut.
Khusus Kali Banjir Kanal Barat, terdapat pleret atau bendungan yang dilengkapi dengan dua pintu air. Pintu air sebelah barat dan sebelah timur.
Ketika musim kemarau,  Pleret adalah tempat favorit anak-anak kampung sekitar Banjir Kanal bermain "sky air" tepatnya, clorotan. Ancang-ancang dari atas Pleret kemudian meluncur ke bawah. Kadang-kadang anak-anak yang mahir main clorotan, di tengah-tengah diberi rintangan debok. Ketika meluncur begitu akan sampai debok mereka melompat. Waw... dan itu atraksi yang menyenangkan sekaligus berbahaya. Salah-salah mereka jatuh dan pasti akan luka mengingat kerasnya bantaran pleret itu beton yang sudah berumur ratusan tahun.
Bermain plorotan adi Pleret bila debit air kali  relatif kecil, maka air yang mengalir pada pleret juga kecil. Karena setiap harinya tergenang air, maka bahu Pleret menjadi berlumut. Praktis bahu pleret akan licin. Nah, karena licinnya itu, anak-anak mudah bermain plorotan alias meluncur dari atas ke bawah.
Kalau musim hujan, jangan sekali-kali main di Pleret. Karena sudah banyak korban tenggelam atau terseret arus di kali terbesar di Semarang ini.

Dolanan Tradisional

Selodor & Bentik
Mengingat masa kanak-kanak, rasanya seperti kembali masa silam yang tanpa beban. Ya, saat itu, anak-anak biasa bermain bersama. karena permainan yang dilakukan harus melibatkan banyak anak. inilah hebatnya, permainan tradisional masa itu. Misalnya, Gobak sodor, kalau di kampungku, namanya permainan selodor. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok. Satu kelompok mempertahankan wilayahnya jangan sampai kemasukan lawan. Kelompok lainnya, bertugas masuk pada wilayah lawan.
Untuk bisa masuk dalam wilayah lawan, pemain akan mencoba-coba untuk mengecoh penjaga wilayah sehingga bisa masuk pada wilayah lawannya. begitu seterusnya, hingga kembali lagi menuju tempat semula. Permainan ini mengajarkan sportifitas, yang kalah dan yang menang akan sama-sama puas dan bersedia menerima kekalahan. Sementara yang tim yang menang tidak akan sangat bangga, karena kemenangan itu adalah kemenangan tim bukan individu. Yang jelas, tubuh akan berkeringat, karena permainan ini dilakukan dengan lari dan strategi.
Ada lagi, permainan tradisional lainnya, yakni, permainan bentik. Alat utama permainan ini adalah sepotong batang kayu ukuran 30 Cm dan batang kayu ukuran 10 Cm. Batang kayu yang ukurannya lebih pendek diletakkan pada dua bata yang diletak bersebelahan.Sehingga ada selanya. Sedangkan batang kayu yang lebih panjang digunakan untuk mencukil batang kayu yang lebih kecil. Ketika batang kayu itu dicukil kemudian dipukul, si penjaga harus bisa menangkap batang kayu tersebut. Bila tidak dapat di tangkap. Pemain akan mendapatkan poin dengan cara menghitung jarak sejauh jatuhnya batang kayu yang tidak bisa ditangkap tadi.
Permianan itu dilakukan bergantian. Pemain yang memiliki nilai sedikit maka dia akan kena hukuman dengan cara menggigit batang kayu atau mengempit batang kayu dengan leher.  Sedangkan jarak untuk menggigit batang kayu itu, mereka yang menang akan memukul batang kayu ukuran kecil itu dengan batang kayu yang lebih panjang. Biasanya mereka akan memukul kuat -kuat sehingga pukulannya bisa melambung jauh. Maka, permainan ini akan semakin jauh dari lokasi permainan semula. Jika semuanya sudah mendapatkan giliran untuk memukul batang kayu tadi. Maka, yang kalah tadi mulai menggigit batang kayu kembali ke lokasi permainan. Nah, mereka yang menang akan mengejek yang kena hukuman secara bersama-sama. Mereka akan moyoki dengan kata-kata "asu nyokot balang -asu nyokot balung"  atau "asu tengeng-asu tengeng". Hehehe... kasihan ya... begitulah dolanan tradisional di kampung ku, Bulustalan.
Kini, seiring majunya tehnologi, permainan tradisional itu sudah jarang dimainkan oleh anak-anak. Bahkan anakku sendiri sudah asing dengan dolanan asli daerahnya. Mereka lebih akrab dengan Play Station.