Senin, 30 Mei 2011
Thank's Banget My God (Allah SWT)
Selasa,31 Mei 2011
Anak ku paling cilik dewe barusan sembuh dari sunatan. alhamdulillah, acara khitanan berjalan sesuai rencana. Sekedar tahlilan dan membaca kitab Al-Barjanji atau orang mengenal dengan Asrokolan. Mengapa disebut Asrokolan? Karena kitab itu sebagian isinya bertuliskan asrokol badru alaina...dan seterusnya.
Tahlilan, kirim doa kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Sebagai syarat ritual, kresane diparingi selamet tebih sangking balak dan sesuatu yang tidak diinginkan. Aku niati mendoakan bapak ku yang telah meninggal dunia. Semoga diberi ampuni dosa-dosanya dan diringankan siksa kuburnya. Aku yakin doa ku ini dikabulkan Allah SWT. Dan yang paling utama, alhamdulillah anakku diparingi sehat wal afiat.
Pada acara asrokolan, pinginnya diringi dengan musik terbangan. Sayangnya iringan terbangan tidak dapat ditampilkan, karena salah satu tukang terbangnya, berhalangan karena sakit. Sedikit kecewa memang, tapi ya seperti itulah kenyataannya, tidak bisa dipungkiri.
Sedikit yang membanggakan, kebiasaanku tahlilan dibarengi dengan pembacaan Al-Barjanji bisa diterima masyarakat bahkan sebagian mulai mengikutinya.
Khitanan atau sunatan anakku memang sederhana. Alhamdulillah, mereka yang hadir pada acara selametan cukup membesarkan hati. thank's banget My God (Allah SWT).
Minggu, 15 Mei 2011
Pasar Tradisional
Batan Timur IV/ Minggu, 15 Mei 2011
Pasar tradisional, ya seperti itulah. Kumuh, becek dan bau. Siapa yang mau belanja, kalo tempatnya menjijikkan seperti itu. Banyak yang meramal, pasar tradisional bakal kolap, kalah bersaing dengan super market, hipermarket atau mall dan swalayan.
Kalo melihat tampilan fisiknya, hipermarket dan sejenisnya, memang sih, kayak memberi kenyaman yang mau belanja. Semua serba tersedia. Tinggal ambil dan tak perlu tawar menawar. Pembeli dan penjual tidak perlu melakukan komunikasi sekedar tawar menawar. Pokoknya, di market-market modern, ambil yang dibutuhkan dan bayar, selesai!
Tapi apa benar, pasar modern memberi rasa nyaman? Pernah terjebak antrean panjang untuk membayar barang belanjaan? Kalo sudah kejebak, wao..., mau nyampek ke kasir saja butuh waktu setengah jam. Apa ga' capek berdiri sampai setengah jam. Tentu, kondisi seperti ini sudah membuat tidak nyaman.
Pasar tradisional, kayaknya tidak bakal ditinggalkan pembelinya. Meski, tidak semua barang tersedia di pasar tradisional, pembeli tetap setia berkunjung. Belum ada pasar tradisional kolap. Malah, kalo pasar modern, hipermarket, super market, swalayan atau mall bangkrut alias kolap sudah berulang terjadi.
Pasar Johar adalah gambaran nyata, bagaimana pasar terbesar di Semarang ini tetap berjaya. Padahal kalo dilihat dari segi fisiknya, rasa tidak nyaman sudah mencuat sejak di depan pasar. Suasana berjubel, becek, bau bahkan semrawut merupakan kondisi sehari-harinya pasar ini. Toh, nyatanya, pasar ini masih menjalankan aktifitasnya tetap dikunjungi pedagang dan pembeli dari berbagai penjuru di Jawa Tengah.
Sementara, Super Market Matahari, yang berdiri tepat di depan Pasar Johar ternyata tidak sehebat namanya. Super Market ini ditinggalkan para pedagangnya, praktis pembelinya pun sudah tidak ada. Raksasa itu mati.
Nah, hiper market-hiper market lainnya, sepertinya juga mau nyusul seperti nasibnya Matahari. Raksasa itu tidak mampu bertahan. Jauh berbeda dengan pasar tradisional, di dalamnya adalah pedagang-pedagang kecil, mereka lentur, mampu menyesuaikan kondisi perekonomian yang sedang terjadi. Karena para pedagang kecil itu, tidak terlilit sistem pasar. Mereka tidak memiliki beban utang yang sedemikian besar.
Yang paling utama, pasar tradisional, antara pedagang dan pembeli menjalin komunikasi tidak sebatas basa-basi. Komunikasi yang mereka bangun adalah komunikasi yang memiliki nilai kemanusiaan. Pedagang sangat hafal dengan karakter pelanggannya. Pelanggan puas dengan pedagang yang memberi pelayanan yang manusiawi. Tawar menawar adalah proses interaksi non formal tetapi memiliki persepsi nilai=nilai kemanusiaan sekaligus ekonomi.
Budaya tawar menawar inilah yang menguatkan pasar tradisional tetap lestari. Mana ada budaya tawar menawar di pasar modern? Semua berjalan seperti mesin. baku, kaku dan tak ada komunikasi. Pasar seperti ini, bagi aku, sangat jauh dari nyaman!
Pasar tradisional, ya seperti itulah. Kumuh, becek dan bau. Siapa yang mau belanja, kalo tempatnya menjijikkan seperti itu. Banyak yang meramal, pasar tradisional bakal kolap, kalah bersaing dengan super market, hipermarket atau mall dan swalayan.
Kalo melihat tampilan fisiknya, hipermarket dan sejenisnya, memang sih, kayak memberi kenyaman yang mau belanja. Semua serba tersedia. Tinggal ambil dan tak perlu tawar menawar. Pembeli dan penjual tidak perlu melakukan komunikasi sekedar tawar menawar. Pokoknya, di market-market modern, ambil yang dibutuhkan dan bayar, selesai!
Tapi apa benar, pasar modern memberi rasa nyaman? Pernah terjebak antrean panjang untuk membayar barang belanjaan? Kalo sudah kejebak, wao..., mau nyampek ke kasir saja butuh waktu setengah jam. Apa ga' capek berdiri sampai setengah jam. Tentu, kondisi seperti ini sudah membuat tidak nyaman.
Pasar tradisional, kayaknya tidak bakal ditinggalkan pembelinya. Meski, tidak semua barang tersedia di pasar tradisional, pembeli tetap setia berkunjung. Belum ada pasar tradisional kolap. Malah, kalo pasar modern, hipermarket, super market, swalayan atau mall bangkrut alias kolap sudah berulang terjadi.
Pasar Johar adalah gambaran nyata, bagaimana pasar terbesar di Semarang ini tetap berjaya. Padahal kalo dilihat dari segi fisiknya, rasa tidak nyaman sudah mencuat sejak di depan pasar. Suasana berjubel, becek, bau bahkan semrawut merupakan kondisi sehari-harinya pasar ini. Toh, nyatanya, pasar ini masih menjalankan aktifitasnya tetap dikunjungi pedagang dan pembeli dari berbagai penjuru di Jawa Tengah.
Sementara, Super Market Matahari, yang berdiri tepat di depan Pasar Johar ternyata tidak sehebat namanya. Super Market ini ditinggalkan para pedagangnya, praktis pembelinya pun sudah tidak ada. Raksasa itu mati.
Nah, hiper market-hiper market lainnya, sepertinya juga mau nyusul seperti nasibnya Matahari. Raksasa itu tidak mampu bertahan. Jauh berbeda dengan pasar tradisional, di dalamnya adalah pedagang-pedagang kecil, mereka lentur, mampu menyesuaikan kondisi perekonomian yang sedang terjadi. Karena para pedagang kecil itu, tidak terlilit sistem pasar. Mereka tidak memiliki beban utang yang sedemikian besar.
Yang paling utama, pasar tradisional, antara pedagang dan pembeli menjalin komunikasi tidak sebatas basa-basi. Komunikasi yang mereka bangun adalah komunikasi yang memiliki nilai kemanusiaan. Pedagang sangat hafal dengan karakter pelanggannya. Pelanggan puas dengan pedagang yang memberi pelayanan yang manusiawi. Tawar menawar adalah proses interaksi non formal tetapi memiliki persepsi nilai=nilai kemanusiaan sekaligus ekonomi.
Budaya tawar menawar inilah yang menguatkan pasar tradisional tetap lestari. Mana ada budaya tawar menawar di pasar modern? Semua berjalan seperti mesin. baku, kaku dan tak ada komunikasi. Pasar seperti ini, bagi aku, sangat jauh dari nyaman!
Jumat, 13 Mei 2011
Reuni SMA Wali Songo 84/87
Kampung Laut, Minggu (8/Mei) 2011
Reuni sudah kelar. Yang jelas, ngurusin acara ini butuh stamina super. Bagaimana tidak, enam bulan, kita persiapan. Mulai kumpul-kumpul kecil-kecilan sampek bentuk panitia. Terus hunting ke rumah - rumah temen. Padahal mereka sudah plencar kemana-mana mereka suka. Udah ketemu sebagian temen, tanggapannya dingin. Malah ada yang kurang yakin. Ya begitulah, namanya manusia. Gampang-gampang susah. Ada yang gampang, ada juga yang susah. Mending nungguin wedus nglairin cempe, lebih gampang dan fress. Ada mahluk hidup baru di muka bumi ini.
Udah data-data temen yang ikut. Sebagian panitia mulai aras-arasen kumpul. Ada yang ngambek, sebagian kecil lainnya cuek, masa bodoh, sak karepmu, ora urusan dan pasang kuda-kuda lari kenceng kalo ada masalah. Ya, biasalah, siapa yang mau repot, siapa yang mau nanggung resiko. Karena ada yang was-was, ini orang apa bener bisa jadi panitia. Tampangnya aja kurang keren abis, miskin dan facenya tak menunjukkan face intelektuel alias jauh dari muka ilmiah alias goblok. Wajar to, kalau sebagian pasang kuda-kuda lari kenceng.
Nah, justru ini tantangannya. Mereka gak liat perjalanan waktu. Semua bisa berubah. Pokoknya semangat 45, bahwa kita ini mampu ngrampungin acara REUNI AKBAR SMA. Nah, terbukti, reuni jalan, temen-temen bilang sukses. Semua tampil sesuai skenario. Temen-temen kita yang kami hormati itu, menjalankan tugas penuh antusias. Pidato dengan intonasi penuh optimisme. Lainnya menjalankan tugas dengan baik, seperti ketika masih SMA. Peserta reuni nampak sumringah. Sesumringah matahari pada hari itu.
Reuni wis rampungan. Ah penatnya sedikit-sedikit mulai hilang. Aku tersenyum bangga, senang, bahagia dan sedikit jengkel. Yang sedikit itu aku lupakan saja. Biar tetep fress. Segerrrrrr.
Reuni sudah kelar. Yang jelas, ngurusin acara ini butuh stamina super. Bagaimana tidak, enam bulan, kita persiapan. Mulai kumpul-kumpul kecil-kecilan sampek bentuk panitia. Terus hunting ke rumah - rumah temen. Padahal mereka sudah plencar kemana-mana mereka suka. Udah ketemu sebagian temen, tanggapannya dingin. Malah ada yang kurang yakin. Ya begitulah, namanya manusia. Gampang-gampang susah. Ada yang gampang, ada juga yang susah. Mending nungguin wedus nglairin cempe, lebih gampang dan fress. Ada mahluk hidup baru di muka bumi ini.
Udah data-data temen yang ikut. Sebagian panitia mulai aras-arasen kumpul. Ada yang ngambek, sebagian kecil lainnya cuek, masa bodoh, sak karepmu, ora urusan dan pasang kuda-kuda lari kenceng kalo ada masalah. Ya, biasalah, siapa yang mau repot, siapa yang mau nanggung resiko. Karena ada yang was-was, ini orang apa bener bisa jadi panitia. Tampangnya aja kurang keren abis, miskin dan facenya tak menunjukkan face intelektuel alias jauh dari muka ilmiah alias goblok. Wajar to, kalau sebagian pasang kuda-kuda lari kenceng.
Nah, justru ini tantangannya. Mereka gak liat perjalanan waktu. Semua bisa berubah. Pokoknya semangat 45, bahwa kita ini mampu ngrampungin acara REUNI AKBAR SMA. Nah, terbukti, reuni jalan, temen-temen bilang sukses. Semua tampil sesuai skenario. Temen-temen kita yang kami hormati itu, menjalankan tugas penuh antusias. Pidato dengan intonasi penuh optimisme. Lainnya menjalankan tugas dengan baik, seperti ketika masih SMA. Peserta reuni nampak sumringah. Sesumringah matahari pada hari itu.
Reuni wis rampungan. Ah penatnya sedikit-sedikit mulai hilang. Aku tersenyum bangga, senang, bahagia dan sedikit jengkel. Yang sedikit itu aku lupakan saja. Biar tetep fress. Segerrrrrr.
Minggu, 01 Mei 2011
Semarang Night Carnival
Minggu, 30 April 2011
Semarang Night Carnival, sebagai pertunjukan carnaval busana yang spektakuler. Di ikuti seribu lima ratus peserta dengan berbagai corak busana. Model busana para peserta merupakan paduan corak Jawa, Etnis Tionghoa serta motif flora dan fauna di padu dengan warna-warna cerah membuat carnival ini begitu elegan dan super glamour.
Malam itu, Semarang begitu semarak, sepanjang Jalan Pemuda, tepatnya mulai depan Balai Kota, Jalan Pandanaran serta finish berada di Jalan Pahlawan, masyarakat terlihat berjubel disepanjang jalan tersebut.
Masyarakat mengaku puas dan sangat terhibur dengan acara Semarang Night Carnival. Mereka meminta event ini dapat menjadi agenda tahunan bagi Semarang. Hal ini juga menunjukkan bahwa anak-anak muda Semarang memiliki kreatifitas yang tinggi dalam kreasi busana.
Langganan:
Postingan (Atom)